Ali Saga, Pemberi Asa Baru Bagi Kaum Difabel
Sekilas tak ada yang istimewa dari sosok pria bernama Ali Saga. Namun, anggapan itu sirna begitu melihat apa yang dikerjakan Ali di dalam sebuah bangunan di Kompleks Serbaguna Sitanala Lorong 6, Kelurahan Karangsari, Kecamatan Neglasari, Tangerang, Banten.
Sebuah bangunan laiknya rumah dengan luas kurang lebih 50 meter persegi itu diubah Ali menjadi sebuah workshop bernama Sanggar Organ Prosthetic.
Dengan tagline "Solusi Penderita Cacat," Ali menghabiskan hidupnya menjadi seorang tukang, produsen kaki, tangan, dan jari palsu bagi orang-orang yang kehilangan bagian tubuh tersebut.
Tak sekadar membuat kaki, tangan, dan jari palsu, Sanggar Organ Prosthetic seolah menjadi ladang amal bagi dirinya lantaran turut membantu kaum difabel yang tidak mampu untuk bisa mendapatkan kaki, tangan, atau jari palsu.
"Walaupun saya enggak punya pendidikannya buat bikin kaki dan tangan palsu tapi saya profesional, cuma mau bantu orang-orang yang enggak bisa beli kaki atau tangan palsu. Saya buat harganya terjangkau," ucap Ali saat berbincang dengan www.LUDOBOLA.NET di Sanggar Organ Prosthetic, Jumat (12/1/2018).
Seraya menghisap batang rokoknya, Ali bercerita bagaimana saat dia diremehkan banyak orang ketika memulai usaha pembuatan kaki, tangan, dan jari palsu itu.
Sebelum membentuk Sanggar Organ Prosthetic, Ali merupakan pegawai sebuah perusahaan iklan di Jakarta.
Di sana, dia belajar bagaimana mendesain dan menyalurkan ide untuk membuat sebuah iklan atas permintaan klien.
Dia bahkan pernah mendirikan perusahaan iklan bersama teman-temannya pada medio 2003. Namun, semua berubah pada Agustus 2005 ketika dia mengalami kecelakaan saat hendak pergi bekerja.
Kecelakaan itu membuat dia harus masuk rumah sakit dan menjalankan beberapa kali operasi karena perutnya mengalami luka cukup parah.
"Waktu itu saya masuk dua rumah sakit berbeda untuk menjalani operasi di perut saya. Di rumah sakit kedua ini saya satu kamar dengan seorang ibu yang tiap malam nangis. Usut punya usut ternyata beliau itu habis diamputasi dan dijanjikan untuk bisa dapat kaki palsu tapi enggak dikasih-kasih," kata Ali sambil membuat bahan dasar kaki palsu.
Singkat cerita, bapak tiga anak itu bertekad jika nanti ia sudah sembuh dan keluar dari rumah sakit maka dia akan berusaha membuat kaki palsu kendati dia tidak memiliki pengetahuan apa pun soal hal tersebut.
"Saya pun sembuh terus mulai bikin kaki palsu pakai alat seadanya, enggak pakai ukuran. Kaki itu kemudian jadi dan saya bawa langsung ke rumah sakit eh tahunya ibu itu sudah dipaksa pulang sama pihak rumah sakit," ujar Ali.
Kendati tidak bisa bertemu dengan ibu tersebut dan harus membawa pulang kaki palsu buatannya, Ali tidak patah arang.
Dia mengaku justru semakin semangat mengembangkan keahliannya dalam membuat kaki, tangan, dan jari palsu tanpa jalur akademis.
Pantang menyerah
Setelah membuat kaki palsu untuk seorang ibu di rumah sakit, Ali kemudian mencoba membuat kaki palsu untuk warga sekitar.
Dia membuatnya dengan ukuran sesuai permintaan dan tetap dengan alat seadanya.
"Orang-orang di sekitar sini yang penderita cacat dan punya kaki palsu saya tawarkan buat servis kaki palsunya gratis, enggak bayar. Dari situ saya melihat banyak model dan bahan pembuatan kaki palsu," tutur dia.
Tak disangka, niat Ali menawarkan servis gratis kaki palsu ini disambut baik oleh kaum difabel tersebut. Ali mengatakan, mereka cocok dan menyukai kaki palsu buatannya.
"Nah dari situ akhirnya saya diceritakan sama mereka, bagaimana awalnya kalau mau bikin kaki atau tangan palsu, ternyata harus diukur dulu, digips dulu. Habis itu saya mulai bikin lima kaki palsu, tiga ukurannya pas, dua enggak. Ya enggak masalah namanya juga masih belajar," papar Ali.
Kegagalan dan kesalahan dalam membuat kaki palsu nyatanya menuntun Ali untuk terus mengasah dan mengembangkan kemampuannya.
Hingga pada suatu hari, sebuah yayasan yang tengah membangun madrasah di dekat tempat tinggalnya mencari orang-orang dengan usaha kreatif.
Ali dan yayasan tersebut pun akhirnya bertemu. Menurut penuturan Ali, pengelola yayasan itu pun langsung tertarik dengan usahanya membuat kaki, tangan, dan jari palsu.
"Nah saya kan ketemu sama Yayasan Al-Azhar ini dan mereka minta saya buat mendata kaum difabel yang kehilangan kaki di sekitar rumah saya dan membuatkan 10 kaki palsu untuk mereka," kenang Ali.
Dari sana, kemudian banyak perusahaan yang menggunakan jasa pembuatan kaki dan tangan palsu Ali untuk program corporate social responsibility (CSR) mereka.
Padahal, ketika itu Ali berencana kembali ke dunia periklanan. Namun, rencana itu dia urungkan dan dia mengambil saham dalam perusahaannya untuk dijadikan modal mendirikan Sanggar Organ Prosthetic.
Diremehkan
Seiring dengan berjalannya waktu, tidak banyak perusahaan yang melakukan CSR dan menyewa jasa pembuatan kaki, tangan, dan jari palsu Ali.
Selayaknya wirausahawan, Ali pun mencoba cara lain dengan membawa proposal-proposal ke lembaga pemerintahan terkait dan juga rumah sakit untuk bekerja sama dalam penyediaan kaki, tangan, dan jari palsu.
"Saya kasih proposal ke lembaga-lembaga pelat kuning tapi mereka nggak ada yang mau kerja sama. Saya dibilang minta-minta lah, enggak ada lulusan sarjananya, enggak ada badan usahanya lah, ya begitu-begitu alasannya," ungkap dia.
Ali yang juga mantan pelukis poster film untuk di bioskop ini pun bercerita bahwa kaki dan tangan palsu buatannya tidak kalah berkualitas dengan produk-produk luar negeri seperti buatan Vietnam atau India.
Dengan harga lebih terjangkau, tidak sampai puluhan juta, Ali menjamin bahwa kaki dan tangan palsu buatannya berkualitas tinggi.
"Penyemangat saya ya pasien itu sendiri. Mereka bilang jangan berhenti bikin kaki dan tangan palsu, mereka bilang sulit menemukan yang kayak saya, karena kualitas, harganya, dan kekeluargaannya," ucap Ali.
Kaki dan tangan palsu buatan Ali dibuat menggunakan bahan dari serat-serat fiber dan komposisi lainnya.
Harga yang dibanderol Ali untuk kaki dan tangan palsu buatannya tidak mencapai puluhan juta seperti buatan luar negeri.
Namun, kaki dan tangan palsu buatannya diyakini Ali memiliki kualitas serupa dengan barang buatan luar negeri seharga puluhan juta.
Di sisi lain, Ali justru enggan mempublikasikan harga kaki dan tangan palsunya. Untuk itu, dia mengundang pasien datang sendiri ke workshop-nya untuk membahas perihal harga.
"Saya enggak mau harga dipublikasikan, nanti takutnya pada bilang terlalu mahal dan macam-macam. Soal banderol harga bisa diomongin begitu datang ke sini, karena ada bebarapa bahkan saya kasih free kalau menurut saya dia benar-benar orang enggak mampu," kata dia.
Kendati sudah memasarkan produk kaki dan tangan palsunya hingga ke Malaysia dan Vietnam, Ali mengaku terus belajar.
Dia sadar bahwa perkembangan teknologi semakin hari semakin cepat, termasuk perkembangan teknologi dalam pembuatan kaki dan tangan palsu.
"Sampai sekarang saya masih belajar, tapi non akademis, belajar lewat YouTube, tambah pengalaman, dan update terus soal teknologi. Bahkan saya sekarang sudah membuat seperti tangan robot, tapi belum bisa dipublikasikan," ujar Ali.
No comments:
Note: Only a member of this blog may post a comment.